Selasa, 19 Juni 2012

Tentang Meminjam


aaaaa..
Besok ujian Ilmu Bahan Makanan dan belum selesai belajar, tapi nekat nulis gini.
Sebelumnya terima kasih kepada para peminjam, terutama orang yang telah meminjam helm yang tidak saya ketahui wujudnya karena telah 'memaksa saya untuk menulis ini di saat seperti ini..

Oke, berdasarkan pengalaman buruk tentang perpinjaman barang, meminjam dapat saya artikan sebagai suatu kegiatan mengambil hak orang lain atas suatu barang untuk sementara yang seharusnya dilakukan dengan ijin, nasib barang pun harus jelas dan salah satu yang tak kalah penting seharusnya dikembalikan.

Berdasarkan pengartian kata yang saya berikan terdapat kata kunci penting: pinjam, ijin, dan kembali.

Sudah cukup sering saya merelakan barang yang saya pinjam berpindah tangan selamanya, tidak saya ketahui keberadaannya, dihilangkan, atau apalah namanya, yang jelas barang tersubut tidak pernah kembali. Tentu saja sangat mengesalkan.

Salah satu contoh dari pengalaman saya mengenai barang yang 'digelapkan' oleh peminjam adalah saat saya meminjamkan pensil mekanik kesayangan saya. ya, pensil mekanik kesayangan. Pensil mekanik dengan tipe yang sama seperti pensil mekanik yang saya bawa saat saya menempuh berbagai ujian, sangat spesial. Namun, pensil tersebut hilang dan saya kembali membeli pensil yang persis dan dihilangkan oleh seorang pembeli. Haruskah saya membeli untuk ketiga kalinya (kali ini karena orang lain yang menghilangkan)?
Ketika saya menagih pensil tersebut beberapa jam setelah dia meminjam, dia menjawab pensil saya tertinggal di kosnya dan akan dia kembalikan keesokan harinya. Keesokan harinya, dia berkata entah ada dimana pensil tersebut, tetapi dia akan mengganti dengan yang sama). Saat bertemu kembali, dia masih mengatakan hal yang sama dengan sebelumnya, dan hingga saat ini masih belum terlihat pensil mekanik yang saya sukai itu muncul dihadapan saya.

Peristiwa lain yang tak kalah menyebalkan yang terjadi hari ini tentang meminjamkan barang adalah saat helm saya dipinjam (atau dicuri sementara?) oleh orang yang tidak saya ketahui. Saya biasa meletakkan helm di luar kamar kos saya, begitu juga kakak saya. Hari ini seperti biasa kakak saya datang dan menitipkan helm di dekat kamar kos saya, berarti terdapat dua helm. Siang hari, ketika saya bersiap membeli makan siang, terdengar suara dariluar pintu. Ya, salah satu penghuni kos yang tidak begitu saya kenal mengetuk pintu kamar saya. Dia bertanya, apakah saya akan pergi keluar menggunakan helm. Saya menjawab ya, dan orang tersebut kembali ke kamarnya. Tak berselang lama, saya pergi membeli makan siang sekitar 10 menit (saya memakai helm karena kepala saya memang satu, satu helm saya tinggal di kos). Ketika saya kembali setelah membeli makanan, helm saya menghilang. Ya, tidak ada di tempat bukan karena jatuh atau apa, lebih tepat lagi, helm saya tidak berada di kos.
Sempat terpikir oleh saya, teman kos yang mengetuk pintulah yang meminjam, namun entahlah. Anggap saja saya tidak tau (karena memang saya tidak mengetahui secara pasti siapa tersangka pencurian sementara itu). Saat kakak saya kembali ke kos say untuk sholat, helm tersebut masih belum kembali. Namun, sekitar satu jam kemudian, kakak saya kembali ke kos saya untuk mengambil helm dan pulang. Begitu memasuki kamar saya, kakak saya bertanya, "jadi, siapa yang minjem helm?"
Awalnya saya bingung dengan pertanyaan tersebut, lalu kakak saya menjelaskan bahwa helm sudah kembali. Saya pun menjawab tidak mengetahui hal tersebut karena faktanya memang orang tersebut tidak mengetuk atau memberi tau saya atau meminta maaf atau berterima kasih.Setengah jam setelah kakak saya pulang (kembali hanya terdapat satu helm), saya keluar untuk memcuci piring kotor. Saat itu saya tidak melihat ada helm di tempat saya biasa meletakkan helm. Ya, sepertinya helm tersebut kembali menghilang. Namun, setelah saya tinggal sekitar 45 menit, helm tersebut kembali. Terpikir oleh saya untuk menuliskan pesang dan meletakkannya di dekat helm saya. 




Harapan saya sederhana, semoga orang tersebut sadar dan tak akan melakukan hal serupa pada siapa pun. Namun, sampai sekarang saya masih terus berdoa semoga dugaan saya mengenai helm saya dipinjam orang benar. Semoga yang meminjam benar-benar orang atau manusia. Bagaimana saya tidak berpikiran seperti itu, yang menjam bisa dibilang, "minjam tak bilang, balikin tak makasih". Terdengar seperti seseuatu yang gimana gitu. Ngggak lucu kan kalau di kosku ada hantu helm (hehe, semoga nggak muncul film horor beginian :p)

Jujur saja, saya memang kesal dengan kelakuan para peminjam. Terkadang kejadian-kejadian tersebut membuat saya sulit memberikan bantuan berupa pinjaman. Namun, saya tau itu tidak benar. Bukankah selagi mampu, tidak ada salahnya membantu?
Ya kalau barang yang dipinjamkan hilang mau bagaimana lagi. Toh orang yang meminjam barang tersebut juga dikaruniai akal dan perasaan, biarkanlah mereka merenungkan, semoga saja orang tersebut masih bisa merenung. Bagi yang meminjamkan terpaksa mengalami fase kesal dan perlahan mengikhlaskan.

Seringkali seseorang mengabaikan dan menganggap orang lain  tidak penting, atau istilahnya nggampangi. Siapa sih orang yang mau diperlakukan seperti itu.
Bagaimanapun seorang peminjam memiliki kewajiban untuk meminta ijin (kalau tidak mau dianggap sebagai pencuri sementara) dan juga mengembalikannya. Kalau waktu kecil saya dibiasakan oleh orang tua saya untuk mengatakan terima kasih setelah menerima bantuan (dalam hal ini termasuk mendapat pinjaman). Namun, banyak orang sekarang yang tidak melakukan kewajiban tersebut dan mengabaikan hal dari pemilik barang tersebut. Menurut saya itu hal yang buruk.

Hmm.. Tulisan ini nggak bertujuan menjelekkan, hanya ingin mencurahkan apa yang ada dalam pikiran (biar bisa fokus belajar lagi).Bagaimana juga, contoh tersebut bisa menjadi pelajaran bagi siapa pun, bisa pula menjadi bahan introspeksi (termasuk bagi saya).

Menolong itu hal yang baik, namun sering terkendala prasangka buruk dan ketakutan.

Saat meminjamkan suatu barang, harus ikhlas dan siap menanggung resiko barang tersebut tidak kembali. Bukankah semua hanya pinjaman? 
Meminjam adalah hal yang memerlukan dua pihak atau lebih, jadi memerlukan ijin dan pemberian ijin, tapi kalau telanjur, mau gimana lagi?


  
Tanpa editan, saat belajar Ilmu Bahan Makanan
Kamar kos
19.00 , 19 Juni 2012

Kamis, 31 Mei 2012

Workshop kepenulisan populer kagika dan Agromedia


27 Mei 2012
Auditorium FK UGM

Suatu peradaban bisa dilihat dari arsitektur, seni dan juga ilmu pengetahuan. Salah satu sumber pengetahuan adalah tulisan.. J
Nulis yuk..

Hati-hati kalau nulis tentang kesehatan ya.. soalnya berkaitan sama nyawa.. ^^

dr. Ega
Dengan menulis, sesuatu akan abadi. Semua orang dapat termotivasi, sampai kapan motivasi itu? Pasti meluruh. Kalau lidah? Bisakah kita mejangkau dan menjangkau dunia?
Mungkin bagi kita ilmu yang kita dalami terlihat ‘sepele’ dan gampang, tapi bagi orang lain akan menjadi sesuau yang bermanfaat
Ide brilian harusdikemaas dengan baik. Buku yang baik bukan buku yang lengkap, tapi buku yang menyampaikan hal yang memang perlu disampaikan. Jangan selalu merasa dapat merubah dunia sendiri.
Semua hal yang luar bisa sebenarnya dapat dibuat dengan sederhana. Kalau penulis, akan terus berbagi.. J

dr. Lani Lingga
“Saya bukan ahli gizi, tapi saya menulis mengenai gizi”
Ilmu yang penting adalah ilmu gizi, yang bisa menyembuhkan adalah gizi.
Ide ada di mana-mana. Ide ada dalam kehidupan. Yang ditulis adalah apa yang dialami.
Yang sederhana bisa menjadi istimewa.  Beranilah mengungkapkan sesuatu yang terlihat aneh, pertahankan argumen tersebut. buku belum tentu ditulis oleh orang yang belum tentu paham. Salah satu pustaka yang baik adalah jurnal.
Kebanyakan buku herbal sangat rawan. Biasanya penulisnya bukan ahlinya. Hanya dari bukti empiris, biasanya belum ada penelitian klinisnya. (jangan main-main ya sama kesehatan)
Seorang profesor yang anak-anaknya dokter meninggal karena mengikuti saran dari buku herbal.


Teh Deri
Semua berawal dari persepsi.
Buat buku gampang, tapi memaasarkannya yang sulit.
Ketika akan menulis dan sudah memiliki ide, tentukan apa sih yang mau kita tulis? Bisa dibagi fiksi dan non fiksi.
Masalah yang sering dialami adalah ‘mbulet’.
Kalau mau nulis mau ikut tren atau ikuti minat dan sesuai bidang?
Kalau sesuai bidang, kita lebih pd dan siap tampil. Sayangnya, belum tentu diminati dan sulit diterbitkan.
Kalau ikut tren laku tapi yang nggaksiap tampil.
Caranya ya sesuai bidang tapi packaging disesuaikan sama yang ngetren. Selalu up date.
Amati, Tiru, Modifikasi.
Boleh nulis sedikit berbada tapi harus punya misi dan tau apa yang mau kita bagi.
Jaman sekarang banyak lho buku yang tidak memiliki tanggung jawab ilmiah. Apa pun latar belakang pendidikan, kalau tidak dituliskan bisa punah.
Free.. Tulislah apa yang ada dipikiran. Lupain dulu masalah eyd, kerangka dan sebagainya
Unlock.. Membebaskan diri dari hal yang membelenggu. Semua orang sibuk, semua orang memiliki kemampuan.
Never give up.. Mau nunggu tua dulu baru nulis? Iya kalo ada umur, kalau nggak? 

Sabtu, 26 Mei 2012